Menunda

Bu Tiya mengingatkan kepada para siswanya tentang tugas yang diberikan seminggu sebelumnya. Sampai saat pengumpulan tugas kurang tiga hari ternyata baru ada tiga siswa yang sudah menyelesaikan tugas. Kemudian guru penyabar tersebut menasehati para siswa agar tidak membiasakan diri untuk menunda waktu. Apabila ada tugas apapun hendaknya langsung dikerjakan tanpa harus menunggu sampai habisnya batas waktu. Begitu juga ketika belajar, hindari belajar semalaman karena esoknya ada ulangan maupun ujian. Tidak lama berselang bu Guru yang masih berdiri di depan kelas tersebut, dipanggil kepala sekolah untuk mengikuti rapat kordinasi mendadak. Dalam rapat yang berlangsung tegang tersebut, kepala sekolah menyampaiakan dengan nada tinggi bahwa penilaian akreditasi sekolah sudah semakin dekat, tetapi ternyata pekerjaan administrasi dari para guru belum beres. Kepala sekolah mengingatkan kepada para guru dan karyawan agar tidak lagi menunda pekerjaan dengan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa fenomena menunda pekerjaan, ternyata dapat menimpa pada siapa saja tanpa pandang bulu.

Para penyuka aktivitas menunda biasanya terjadi ketika menghadapi pekerjaan, merasa bahwa waktu masih panjang. Mereka merasa nyaman dengan mencari alasan dan argumentasi untuk menghibur diri. Pada hal kenyataannya setiap kali menunda jiwa terbebani. Adapun hasil dari kerja menunda biasanya serabutan dan asal-asalan akibat dari dikejar waktu. Apalagi bila pekerjaan melibatkan tim, hal ini berakibat kerja menjadi terganggu dan merusak suasana kebersamaan. Memang ada batas toleransi jika harus menunda pekerjaan. Salah satu alasannya untuk pengumpulan data atau informasi penting yang dibutuhkan. Penundaan demikian dapat dijadikan penyusunan tahapan perencanaan yang lebih matang. Kegiatan menunda yg disebut tersebut memang dipandang dapat mengandung manfaat.

Hampir semua orang pernah menunda pekerjaan. Namun hendaknya jangan jadikan sebagai suatu kebiasaan. Hal ini dapat menimbulkan dampak negatif dari kebiasaan suka menunda pekerjaan, Secara personal, pekerjaan yang harus diselesaikan akan  semakin menumpuk. Di sisi lain akan menyebabkan semakin sulit dalam memilih pekerjaan yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Efek negatif selanjutnya yang akan ditimbulkan ialah tugas yang sebenarnya mudah untuk diselesaikan menjadi terlihat lebih rumit lantaran durasi waktu dalam mengerjakannya semakin sedikit. Tekanan terhadap kesulitan yang dihadapi tersebut berpotensi menimbulkan depresi pada diri sendiri. Seseorang yang telah terpapar depresi, konsentrasi menjadi kacau dan pola kerja menjadi berantakan. Apabila tradisi untuk menunda pekerjaan tidak segera diatasi akan berpengaruh pada kesehatan mental seperti stres dan kecemasan. Kekacauan dalam melakukan pekerjaan akibat menunda menyebabkan pada rasa percaya diri menjadi rendah. Di pihak lain berakibat pada menurunnya kepercayaan dari orang lain. Berbagai kesulitan yang dihadapi dalam menyelesaikan tugas-tugas akibat menunda-nunda, akhirnya akan membuat produktivitas kerja menjadi menurun. Selain itu, hasil pekerjaan semakin hari akan terlihat lebih sedikit daripada yang seharusnya. Target yang telah ditetapkan menjadi semakin mustahil untuk dicapai bila terlalu meremehkan waktu. Ketersediaan waktu yang diterlantarkan membuat segala rancangan beserta target pecapaian menjadi terbengkalai. Kecerobohan mekanisme sistem kerja yang diwarnai dengan aktivitas menunda menjadi sebuah pertanda dari kemerosotan etos kerja. Pada situasi yang lebih buruk dapat mengancam karier bahkan merupakan bagian dari proses kehilangan pekerjaan.

Menunda pekerjaan atau rancangan yang bersifat duniawiyah pada hakekatnya bersifat sementara. Karier seorang pejabat seberapapun tingginya akan berakhir saat pensiun. Sebanyak apapun kekayaan yang dikumpulkan akan berpindah tangan tatkala nyawa sudah dicabut. Ketika manusia kembali menghadapNya maka harta yang paling bermanfaat dan paling bernilai adalah amalnya. Maka bahaya menunda yang paling krusial adalah menunda amal. Tanpa disadari, manusia sering terlena dengan menghabiskan banyak waktu tanpa membuahkan hasil amaliah. Usia terus bertambah tanpa adanya perkembangan dan pertumbuhan yang berarti terhadap kemajuan amal. Penyakit yang paling ganas dalam memiskinkan amal adalah tabiat menunda. Berniat ingin salat malam, sedekah, atau amalan lain tidak langsung dijalankan. Pada hal manusia jelas bukan penentu apalagi pemilik waktu. Maka tanpa terasa perjalanan usia mendekati masa berakhir, tetapi ternyata catatan amal masih teramat sedikit. Allah memperingatkan dalam Al Quran bahwa orang yang tidak cerdas dalam menggunakan waktu dikatakan sebagai manusia yang rugi. Padaha, jika manusia hidup di dunia tidak sempat berbuat amal kebaikan, maka di akherat kelak dijamin menderita. Oleh karena itu, beramal secara konsisten adalah cara memperbanyak tabungan menuju hidup abadi yang bahagia. Cara membasmi keinginan untuk menunda adalah dengan menerapkan disiplin secara ketat.

– Rubrik Etikita Majalah Derap Guru, Mei 2021

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *